Rabu, 09 Mei 2012

tes

ANALISIS NOVEL

Salah Asuhan” karya Abdul Muis
Hanafi adalah pemuda pribumi asal Koto Anau, Solok. Sesungguhnya,ia termasuk orang yang sangat beruntung dapat bersekolah di Betawisampai tamat HBS (Hoogere Burger School). Ibunya yang sudah janda,memang berusaha agar anaknya kelak menjadi orang pandai, melebihisanak saudaranya yang lain. Oleh karena itu, ia tidak segan-segan menitipkan    Hanafi pada keluarga Belanda walaupun untuk pembiayaannyaia harus meminta bantuan mamaknya, Sutan Batuah. Setamat HBS, Hanafikembali ke Koto Anau, dan bekerja sebagai klerek di kantor Asisten ResidenSolok. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi komis.Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda, memungkinkanHanafi berhubungan erat dengan Corrie Du Busse, gadis Indo-Prancis.Hanafi kini telah merasa bebas dari kungkungan tradisi dan adat istiadatnegerinya. Sikap, pemikiran, dan cara hidupnya, juga sudah kebarat-baratan. Ketika Corrie datang ke Solok dalam rangka mengisi liburansekolahnya, bukan main senangnya hati Hanafi. Ia dapat berjumpa kembalidengan sahabat dekatnya.Hanafi mulai merasakan tumbuhnya perasaan asmara. Sikap Corrieterhadapnya juga dianggap sebagai ’gayung bersambut kata berjawab.Maka, betapa terkejutnya Hanafi ketika membaca surat dari Corrie. Corriemengingatkan bahwa perkawinan campuran bukan hanya tidak lazim untukukurang waktu itu, tetapi juga akan mendatangkan berbagai masalah.’’
Timur tinggal Timur, Barat tinggal Barat, tak akan dapat ditimbuni jurang yang membasahi kedua bahagian itu”Perasaan Corri sendiri mengatakan lain. Namun, mengingat dirinya yang Indo dan dengan sendirinya perilaku dan sikap hidupnya juga berpihak pada kebudayaan Barat serta Hanafi yang pribumi, yang tidak akan begitu sajam elepas akar budaya leluhurnya.Dalam surat Corrie selanjutnya, ia meminta agar Hanafi maumemutuskan pertalian hubungannya itu. Surat itu membuat Hanafi patah semangat. Kemudian, ia pun sakit. Ibunya berusaha menghibur anak satu-satunya itu. Tak berapa lama, Hanafi sembuh dari sakitnya. Di saat itu pulaibunya menyarankan agar Hanafi bersedia menikah dengan Rapiah, anakmamaknya, Sutan Bartuah. Ibunya menerangkan bahwa segala biaya selama ia bersekolah di Betawi, tidak lain karena berkat uluran tangan mamaknya, Sutan Bartuah. Hanafi dapat mengerti dan ia menerima Rapiah sebagai istrinya. Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Rapiah, rupanya tak berjalanlempang. Hanafi tidak merasa bahagia, sungguhpun dari hasilperkawinannya dengan Rapiah, dikarunia seorang anak laki-laki, Sjafei. Lagipula, semua teman-temannya menjauhi dirinya. Dalam anggapan Hanafi,penyebab semua itu tak lain adalah Rapiah. Rapiah kemudian menjaditempat segala kemarahan Hanafi. Walupun diperlakukan begitu oleh Hanafi,Rapiah tetap bersabar.Suatu ketika, setelah mendamprat Rapiah, ia duduk termenung seorang diri di kebun. Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha untuk menyadarkan kembali kelakuan anaknya yang sudah kelewatan batas itu.Namun, Hanafi justru menanggapinya dengan cara cemooh. Di saat yang sama, tiba-tiba seekor anjing gila menggigit tangan Hanafi. Dokter segera memeriksa gigitan anjing gila pada tangan Hanafi. Dokter menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi. Anjuran dokter itu sangat menyenangkan hatinya. Sebab, bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu sekaligus memberi kesempatan kepadanya untuk bertemu kembali dengan Corrie. Suatu peristiwa yang sangat kebetulan terjadi. Dalam suatu kecelakaan yang dialami Corrie, Hanafi yang berada di Betawi, justru jadi penolong Corrie. Pertemuan itu sangat menggembirakan keduanya. Corrie yang sudah ditinggal ayahnya, mulai menyadari bahwa sebenarnya ia sangat memerlukan seorang sahabat. Pertemuan itu telah membuat Hanafi mengambil suatu keputusan. Ia bermaksud tetap tinggal di Betawi. Untuk itu, ia telah pula mengurus kepindahan pekerjaannya. Setelah itu, iamengurus surat hak sebagai bangsa Eropa. Dengan demikian, terbukalah jalan untuk segera menceraikan Rapiah, sekaligus meluruskan jalan baginya untuk mengawini Corrie.Semua rencana Hanafi berjalan lancar. Namun, kini justru Corrie yang menghadapi berbagai persoalan. Tekadnya untuk menikah dengan Hanafi mendapat antipati dari teman-teman sebangsanya. Akhirnya, dengan caradiam-diam mereka melangsungkan pernikahan.Sementara itu, Rapiah yang resmi dicerai lewat surat yang dikirim Hanafi, tetap tinggal di Koto Anau, bersama anaknya, Syafei, dan ibuHanafi.Adapun kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidaklah seindah yang mereka bayangkan. Teman-teman mereka yang mengetahui perkawinan itu, mulai menjauhi. Di satu pihak menganggap Hanafi besarkepala dan angkuh; tidak menghargai bangsanya sediri. Di lain pihak, iamenganggap Corrie telah menjauhkan diri dari pergaulan dan kehidupanBarat. Jadi, keduanya tidak lagi mempunyai status yang jelas; tidak keBarat, tidak juga ke Timur. Inilah awal malapetaka dalam kehidupan rumahtangga mereka.Kehidupan rumah tangga mereka kini terasa bagai bara api nerakadunia. Corrie yang semula supel dan lincah, kini menjadi nyonya yangpendiam. Kemudian Hanafi, kembali menjadi suami yang kasar dan bengis.Bahkan, Hanafi selalu diliputi perasaan syak wasangka dan curiga. Lebih-lebih lagi, Corrie sering dikunjungi Tante Lien, seorang mucikari.Puncak bara api itu pun terjadi. Tanpa diselidiki terlebih dahulu,Hanafi telah menuduh istrinya berbuat serong. Tentu saja, Corrie tidak mau dituduh dan diperlakukan sekehendak hati suaminya. Maka, dengan ketetapan hati, Corrie minta diceraikan.”Sekarang kita bercerai, buatseumur hidup.....Bagiku tidak menjadi kepentingan, karena aku tidak sudi menjadi istrimu lagi dan habis perkara” Setelah itu, Corrie meninggalkan Betawi dan berangkat ke Semarang; Ia bekerja di sebuah panti asuhan. Segala kejadian itu membuat Hanafi menyadari bahwa sebenarnya istrinya tidak bersalah. Ia menyesal dan mencoba menyusul Corrie. Namun, sia-sia. Corrie tetap pada pendiriannya.Perasaan berdosa makin menambah beban penderitaan Hanafi. Ditambah lagi, teman-temanya makin menjauhinya. Hanafi dipandangsebagai seorang suami yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Dalamkeadaan demikian, barulah ia menyesal sejadi-jadinya. Ia juga ingat kepadaibu, istri, anaknya di Koto Anau.
        Akibat tertekan batin yang berkelanjutan, Hanafi jatuh sakit. Pada saat itu datang seorang temannya yang mengatakan tentang pandangan orang terhadapnya. Ia sadar dan menyesal. Ia kembali bermaksud minta maaf kepada Corrie dan mengajaknya rujuk kembali. Ia pergi ke Semarang.Namun rupanya, pertemuannya dengan Corrie di Semarang merupakanpertemuan terakhir. Corrie terserang penyakit kolera yang kronis. Sebelum menghembuskan nafasnya, Corrie bersedia memaafkan keslahan Hanafi.Perasaan sesal dan berdosa tetap membuat Hanafi sangat menderita.Batinnya goncang. Untuk menghilangkan kenangannya kepada isteri yang sangat dicintainya itu, Hanafi meninggalkan pulau Jawa kembali ke kampunghalamannya, Koto Anau. Ternyata selama ia di Jawa jandanya Rapiah dananaknya tetap tinggal bersama ibunya sebab ibunya sangat kasih kepadamereka. Tetapi sejak kedatangannya, Rapiah dan Sjafei ditahan mamaknyadi Bonjol.Sadarlah ia, bahwa kehadirannya hanya merusak hubungan ketigaorang itu saja. Setelah ditimbangnya masak-masak, akhirnya diputuskannya bahwa anaknya lebih berharga dari pada dirinya sendiri. Dengan menelan 4butir sublimat, Hanafi pun mengakhiri riwayatnya . . .Ibu Hanafi dan Rapiah berjanji akan mendidik Sjafei dengan jalanyang sebaik-baiknya, agar riwayat salah asusan jangan sampai terulang lagi. Pertama Sjafei jangan sampai putus hubungannya dengan bangsanya sendiri. Kedua supaya pengajaran agama diresapkan kepadanya sejak masakanak-kanaknya.***
Analisis unsur intrinsik
Tema Cerita
Cerita dalam novel ini bertemakan cinta anak manusia yang bertentangan dengan adat dan agama, cinta dua perempuan yang mencintai seorang laki-laki dari sudut pandang yang berbeda. Akibatnya ketiga anak manusia ini jadi korban perasaan. Dalam novel ini tergambar ambisi seorang laki-laki yang terlalu mencintai sesuatu dari lahirnya saja. Tanpa berpikir lebih dewasa akibat yang akan terjadi di kemudian hari. Dia mengorbankan dirinya,orang tuanya, keluarganya, bangsa dan agamanya. Demikianlah tema yang dilukiskan.
Alur Cerita
Alur cerita ini dilukiskan sangat luar biasa. Dari awal diceritakan pengalaman dan pengorbanan tokoh dan sangat sulit dijangkau apa yang akan terjadi antara bab dengan bab dalam cerita berikutnya,sehingga membuat kita ingin membacanya lebih mendalam. Diceritakan mulai dari masa kecil sampai dewasa, jadi alur cerita ini adalah alur maju.
Latar Cerita
Contoh latar tempat pada cerita ini adalah Solok, Jakarta, Probolinggo, Surabaya, Semarang, dsb. Contoh latar waktu pada cerita ini adalah ” waktu jam membunyikan pukul satu’’ , tiga hari sesudah itu,tiga bulan sudah terlampau, dua tahun sesudahnya, dsb.
Perwatakan Tokoh
Perwatakan tokoh dalam cerita ini dapat dilihat dengan jelas, secarasingkat dapat disimpulkan sebagai berikut :
Hanafi yang lupa diri akibat pengaruh kebarat-baratan akhirnya sadar setelah mendapat ujian demi ujian.
Corrie yang bimbang tapi berprinsip akhirnya menjadi korban kekerasan hatinya.
Rapiah yang jadi korban dapat menerima keputusan dengan lapang dada
Ibu Hanafi yang sayang kepada anak, menantu, dan cucunya.Dan selalu bersikap bijaksana dan sabar menghadapi perilaku anaknya.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang dipakai didominasi oleh gaya bahasa hiperbola sarkasme dansinisme sehingga suasana dalam cerita ini makin mengharukan
Amanat Cerita
Novel ini menceritakan tentang percintaan dua insan yang berbedakebangsaan dan seorang ibu yang salah mengasuh anaknya sehingga anaknya menjadi anak yang lupa diri, keras kepala, dan tidakbertanggung jawab. Ini merupakan peringatan bagi kita agar lebihmengerti arti kehidupan yang sebenarnya. Sejalan dengan cerita padanovel ini, beberapa amanat yang dapat ditarik oleh pembaca adalahsebagai berikut
:1.Jalani hidup apa adanya sesuai nilai dan norma yang berlaku dalammasyarakat.
2.Patuhi aturan-aturan yang ada dalam agama.
3.Jangan memandang enteng pada orangtua
4.Setinggi apapun pendidikan kita, tetap menghargai orang disekeliling kita.
5.Harus pandai menimbang perasaan orang lain.















BAB IIIPENUTUP3.1 Kesimpulan
Abdoel Meis adalah penarang pembaharu dalam kesastrawan lama Indonesia. Abdoel Moeis adalah pengarang angkatan Balai Pustaka. Cerita yang dikarangnya ini berbentuk roman tentang kehidupan masyarakat.Novel Salah Asuhan telah dikenal luas oleh masyarakat, dan telahmengalami pencetakan ulang berkali-kali karena banyak peminat yangingin memahami maknanya. Novel ini kerap kali menjadi bacaan yangdigunakan di sekolah-sekolah, agar siswa siswi dapat memahami jelas bagaimana kehidupan campuran antara orang Timur dengan orang Barat.Novel Salah ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi remaja yang hendak mengadakan pernikahan campuran, untuk lebih mempertimbangkan untung ruginya ke depan akibat pernikahan tersebut.Dengan demikian novel ini layak untuk dipahami.
3.2 Saran
Resume novel ini hanyalah bersifat sederhana. Untuk itu, penyusun berharap semoga pembaca dapat mengambil pesannya dan mempelajari novel lain sebagai perbandingan, sehingga pembaca lebih memahami isinya.

BIOGRAFI SINGKAT ABDOEL MOEIS
Abdoel Moeis
(lahir di Sungai Puar, Bukittinggi,Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – wafat di Bandung, Jawa Barat,17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang sastrawandan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah diStovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad yang didirikan padatahun 1916 oleh pemerintah penjajahan Belanda. Iadimakamkan di TMP Cikutra - Bandung dan dikukuhkansebagai pahlawan nasional oleh Presiden RI, Soekarno, pada30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).
Karir
Dia pernah bekerja sebagai klerk di Departemen Buderwijs en Eredienst dan menjadiwartawan di Bandung pada surat kabar Belanda, Preanger Bode, harian Kaum Muda danmajalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim. Selain itu ia juga pernah aktif dalam SyarikatIslam dan pernah menjadi anggota Dewan Rakyat yang pertama (1920-1923). Setelahkemerdekaan, ia turut membantu mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan.
Riwayat Perjuangan
Mengecam tulisan orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia melaluitulisannya di harian berbahasa Belanda, De ExpressPada tahun 1913, menentang rencana pemerintah Belanda dalam mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis melalui Komite Bumiputera bersama dengan Ki Hadjar DewantaraPada tahun 1922, memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta sehingga iadiasingkan ke Garut, Jawa BaratMempengaruhi tokoh-tokoh Belanda dalam pendirian Technische Hooge School - InstituteTeknologi Bandung (ITB)
Karya Sastra
Salah Asuhan (novel, 1928, difilmkan Asrul Sani, 1972)Pertemuan Jodoh (novel, 1933)




Scribd

Explore
Sign Up
|
Log In
inShare
Embed Doc
Copy Link
Readcast
Collections
Comment
Download

–Nila Kesuma (Mayang Mengurai): Penyayang. –Maharaja Indra Dewa: Pendendam, iri hati, murah hati. –Putri Cahaya Kairani: Suka menolong, membela yang benar.Alur plot: Maju
Setting:
–Latar : Kerajaan, di lautWaktu : Zaman pemerintahan Raja Antah Beranta –Suasana : Meratapi nasib.•Sudut pandang: orang ketiga
•Gaya Bahasa:
-Hiperbola: “seorang anak laki-laki terlalu amat baik parasnya dan elok rupanya…” •
Pesan moral:
- Jangan mudah percaya kepada orang lain- Tidak boleh iri kepada keberhasilan orang lain

BIOGRAFI SITOR SITUMORANGSumber: www.tokohindonesia.comPria Batak kelahiran Harianboho, Samosir, Sumatera Utara 2 Oktober 1924 ini sudahmenjadi seorang Pemimpin Redaksi harian Suara Nasional terbitan Sibolga, pada saatusianya masih sangat belia 19 tahun, di tahun 1943. Padahal, sebelumnya ia sama sekali belum pernah bersentuhan dengan profesi jurnalistik.Sastrawan Angkatan ’45, ini kemudian bergabung dengan Kantor Berita Nasional Antara,di Pematang Siantar. Dan sejak tahun 1947, atas permintaan resmi dari MenteriPenerangan Muhammad Natsir, Sitor menjadi koresponden Waspada, sebuah harian lokalterbitan kota Medan, Sumatera Utara. Ia ditugaskan menempati pos di Yogyakarta.Jika di kemudian hari persepsi tentang diri Sitor Situmorang identik sebagai sastrawanAngkatan ’45 yang kritis, bahkan menjadi susah memilah-milah apakah ia seorangsastrawan, wartawan, atau politisi, agaknya bermula dari kisah sukses besarnya sebagaiwartawan saat berlangsung Konferensi Federal di Bandung, tahun 1947.Hadir bermodalkan tuksedo pinjaman dari Rosihan Anwar, saat itu nama wartawan muda berusia 23 tahun, Sitor, sangat begitu fenomenal bahkan menjadi buah bibir hingga ketingkat dunia. Ia berhasil melakukan wawancara dengan Sultan Hamid, tokoh negarafederal bentukan Negeri Belanda yang sekaligus menjadi ajudan Ratu Belanda.Sultan Hamid adalah orang yang diplot menjadi tokoh federal, tentu dengan maksuduntuk memecah-belah keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjaditerdiri berbagai negara boneka dalam wadah negara federal.Kisah suksesnya bukan sekedar karena berhasil menembus nara sumber Sultan Hamid.Materi wawancara itu sendirilah yang memang lebih menarik. Sebab, kepada SultanHamid Sitor berkesempatan menanyakan, ’bagaimana pendapatnya tentang negara

Indonesia’, dan uniknya dia jawab dengan, ’oh terang Republik itu ada, dan tidak bisadianggap tidak ada’.Esok harinya isi wawancara itu menjadi headline dan semua kantor berita asingmengutipnya. Peristiwa ini terjadi justru sebelum konferensi resmi dimulai, sehinggasudah ada gong awal yang memantapkan eksistensi NKRI.Ultah 80Menjelang usia genap 80 tahun Sitor mempersiapkan perayaan ulang tahun denganmatang. Ia merayakannya di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, antara lain denganmemamerkan puluhan kumpulan puisi dan berbagai dokumentasi tentang kontribusinyadalam peta perjalanan sastra dan politik di Tanah Air.Bahkan, beberapa hari sebelumnya, 27 September 2004 ia memperkenalkan karya-karya puisinya yang belum pernah dikenal orang. Apakah itu barupa puisi karya terbaru, atau puisi lama namun sama sekali belum pernah dikenal orang. Maklum, siklus kepenyairanSitor Situmorang, yang menikah untuk yang kedua kalinya dengan seorang diplomat berkewarnegaraan Belanda Barbara Brouwer, yang memberinya satu orang anak,Leonard, sudah berbilang setengah abad lebih. Dari istri pertama almarhum Tiominar, diamempunyai enam orang anak, yakni Retni, Ratna, Gulon, Iman, Logo, dan Rianti.Semenjak tahun 1950-an karya-karya sastranya sudah mengalir ringan begitu saja. Sitor  pada tahun 1950-an itu pulang dari Eropa sebagai wartawan, lalu memutuskan berhentidan bergiat sebagai sastrawan. Kumpulan puisi pertamanya terbit tahun 1953, diterbitkanoleh Poestaka Rakjat pimpinan Sutan Takdir Alisjahbana (STA).Dia begitu hafal setiap karya puisinya. Malah, beberapa orang sahabat sesama sastrawan,seperti almarhum Arifin C. Noor, W.S. Rendra, maupun sastrawan asal Madura Zawawi,menyapanya dengan melafalkan petikan puisi karya Sitor sebagai sapaan salam. Darilafal petikan itu pula Sitor kenal siapa nama dan identitas orang yang menyapanya.Beragam karya sastra Sitor yang sudah diterbitkan, antara lain Surat Kertas Hijau (1953),Dalam Sajak (1955), Wajah Tak Bernama (1955), Drama Jalan Mutiara (1954), cerpenPertempuran dan Salju di Paris (1956), dan terjemahan karya dari John Wyndham, E DuPerron RS Maenocol, M Nijhoff. Karya sastra lain, yang sudah diterbitkan, antara lain puisi Zaman Baru (1962), cerpen Pangeran (1963), dan esai Sastra Revolusioner (1965).

Leave a Comment
You must be logged in to leave a comment.
Submit
Characters: 400
Abdul Muis
Download or Print
1,277 Reads

Uploaded by
Agus Irawady
Follow

TIP Press Ctrl-F to quickly search anywhere in the document.

 3 p.

Irregular

 3 p.

fitri

 4 p.

PECUNDANG

Follow Us!
scribd.com/scribd
twitter.com/scribd
facebook.com/scribd
About
Press
Blog
Partners
Scribd 101
Web Stuff
Support
FAQ
Developers / API
Jobs
Terms
Copyright
Privacy
Copyright © 2012 Scribd Inc.
Language:
English

NOVEL | "SALAH ASUHAN" karya Abdul Muis---

Novel karya Abdul Muis ini merupakan salah satu roman yg lahir di masa Angkatan '20-an, banyak mendapat perhatian kalangan sastrawan, dan berlatar belakang adat-istiadat Minangkabau. Pertama kali terbit tahun 1928 oleh PN. Balai Pustaka.

Hanafi dikirim ibunya ke Betawi untuk bersekolah di HBS (Hoogere Burger School). Walaupun ibu Hanafi hanyalah seorang janda, dia menginginkan anaknya menjadi orang pandai. Karena itu, ia bermaksud menyekolahkan Hanafi setinggi-tingginya. Masalah biaya, dia berusaha keras untuk selalu memenuhinya walaupun harus meminta bantuan kepada mamaknya, Sutan Batuah.
Selama di Betawi, Hanafi dititipkan pada keluarga Belanda, sehingga dia setiap hari dididik secara Belanda dan bergaul dengan orang-orang Belanda. Pergaulan Hanafi setamat HBS juga tidak terlepas dari lingkungan orang-orang Eropa. Hal ini karena dia bekerja di kantor asisten residen di Solok. Dia sangat bangga menjadi orang Belanda walaupun sebenarnya dia seorang pribumi asli. Gaya hidupnya sangat kebarat-baratan. Bahkan, terkadang melebihi orang barat yang sebenarnya.
Selama bergaul dengan orang-orang Eropa, Hanafi jatuh hati pada salah seorang gadis Eropa bernama Corrie. Corrie adala seorang gadis indo Perancis-Belanda. Hubungan keduanya memang akrab. Mereka suka mengobral berdua. Corrie mau bergaul dengan Hanafi hanya sebatas teman karena mereka sering bertemu. Namun, bagi Hanafi, hubungan pertemanan itu diartikan lain, dia merasa bahwa Corrie pun mencintai dirinya seperti yang ia rasakan. Ketika Hanafi mengemukakan isi hatinya, Corrie menolak secara halus. Corrie merasa tidak mungkin menjalin hubungan dengan Hanafi karena perbedaan budaya di antara mereka. Corrie adalah peranakan Eropa, sedangkan Hanafi orang pribumi. Namun, tampaknya Hanafi tidak mengerti penolakan itu.

Untuk menghindari Hanafi, Corrie pindah ke Betawi. Di Betawi, dia menegaskan kembali kepada Hanafi mengenai hubungan mereka melalui surat. Dia meminta Hanafi untuk melupakan dirinya. Menerima surat tersebut, Hanafi sangat terpukul dan jatuh sakit. Selama sakit, Hanafi banyak mendapatkan nasihat dari ibunya. Ibunya membujuknya untuk menikahi wanita pribumi pilihan ibunya, Rapiah.
Perkawinan yang tidak didasari perasaan cinta itu membuat keluarga Hanafi-Rapiah tidak pernah tenteram. Hanafi sering menyakiti hati Rapiah, marah-marah, dan memaki-makinya hanya karena persoalan sepele. Namun, Rapiah tak pernah melawan dan semua perlakuan Hanafi diterimanya dengan pasrah. Hal itu membuat kagum ibu mertuanya.
Pada suatu hari, Hanafi digigit anjing gila. Dia harus berobat ke Jakarta. Di Jakarta, dia bertemu dengan Corrie, gadis yang selalu dirindukannya. Hanafi berusaha keras untuk memperoleh Corrie. Dia segera mengurus surat-surat untuk memperoleh hak sebagai orang Belanda. Setelah surat-surat tersebut selesai, dia memohon Corrie agar bersedia bertunangan dengannya. Karena rasa ibanya kepada Hanafi, dengan berat hati Corrie menerima permintaan Hanafi. Corrie tahu, bahwa pertunangan itu akan membuat dirinya dijauhi oleh teman-teman Eropanya.
Pesta pertunangan itu dilaksanakan di rumah seorang teman Belanda Corrie. Tuan rumah itu tidak begitu ramah menyambut pertunangan mereka. Dia tidak suka melihat dan bergaul dengan orang Belanda berkulit sawo matang. Namun, pertunangan itu tetap dilaksanakan dalam suasana hambar.

Sementara itu, Rapiah dan ibunya tetap menunggu kedatangan Hanafi di kampungnya, walaupun mereka telah mengetahui bahwa Hanafi akan menikah dengan Corrie. Walau ditinggalkan suaminya, Rapiah masih tetap tinggal bersama mertuanya. Hal itu atas permintaan ibu Hanafi. Dia menyayangi Rapiah melebihi rasa sayangnya kepada Hanafi. Dia kagum atas kesabaran dan kesetiaan Rapiah terhadap anaknya. Padahal perlakuan Hanafi terhadap Rapiah sangat keterlaluan, namun Rapiah selalu memaafkannya.
Sementara itu, rumah tangga Hanafi dan Corrie tidak seperti yang mereka harapkan. Sedikit pun tidak ada ketentraman dan kedamaian yang sebelumnya mereka harapkan. Keluarga mereka dijauhi oleh teman-teman mereka sendiri. Keduanya hidup dalam kondisi yang membingungkan. Bangsa Eropa tidak mengakui mereka. Demikian pula, bangsa Hanafi tidak mengakuinya karena keangkuhan dan kesombongan Hanafi.