Selasa, 05 Juni 2012

ANALISIS NOVEL

Analisis novel  “
Salah Asuhan” karya Abdul Muis
Hanafi adalah pemuda pribumi asal Koto Anau, Solok. Sesungguhnya,ia termasuk orang yang sangat beruntung dapat bersekolah di Betawi sampai tamat HBS (Hoogere Burger School). Ibunya yang sudah janda,memang berusaha agar anaknya kelak menjadi orang pandai, melebihis anak saudaranya yang lain. Oleh karena itu, ia tidak segan-segan menitipkan    Hanafi pada keluarga Belanda walaupun untuk pembiayaannya ia harus meminta bantuan mamaknya, Sutan Batuah. Setamat HBS, Hanafi kembali ke Koto Anau, dan bekerja sebagai klerek di kantor Asisten ResidenSolok. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi komis.Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda, memungkinkanHanafi berhubungan erat dengan Corrie Du Busse, gadis Indo-Prancis.Hanafi kini telah merasa bebas dari kungkungan tradisi dan adat istiadat negerinya. Sikap, pemikiran, dan cara hidupnya, juga sudah kebarat-baratan. Ketika Corrie datang ke Solok dalam rangka mengisi liburansekolahnya, bukan main senangnya hati Hanafi. Ia dapat berjumpa kembalidengan sahabat dekatnya.Hanafi mulai merasakan tumbuhnya perasaan asmara. Sikap Corrieterhadapnya juga dianggap sebagai ’gayung bersambut kata berjawab.Maka, betapa terkejutnya Hanafi ketika membaca surat dari Corrie. Corriemengingatkan bahwa perkawinan campuran bukan hanya tidak lazim untukukurang waktu itu, tetapi juga akan mendatangkan berbagai masalah.’’
Timur tinggal Timur, Barat tinggal Barat, tak akan dapat ditimbuni jurang yang membasahi kedua bahagian itu”Perasaan Corri sendiri mengatakan lain. Namun, mengingat dirinya yang Indo dan dengan sendirinya perilaku dan sikap hidupnya juga berpihak pada kebudayaan Barat serta Hanafi yang pribumi, yang tidak akan begitu sajam elepas akar budaya leluhurnya.Dalam surat Corrie selanjutnya, ia meminta agar Hanafi maumemutuskan pertalian hubungannya itu. Surat itu membuat Hanafi patah semangat. Kemudian, ia pun sakit. Ibunya berusaha menghibur anak satu-satunya itu. Tak berapa lama, Hanafi sembuh dari sakitnya. Di saat itu pulaibunya menyarankan agar Hanafi bersedia menikah dengan Rapiah, anakmamaknya, Sutan Bartuah. Ibunya menerangkan bahwa segala biaya selama ia bersekolah di Betawi, tidak lain karena berkat uluran tangan mamaknya, Sutan Bartuah. Hanafi dapat mengerti dan ia menerima Rapiah sebagai istrinya. Kehidupan rumah tangga Hanafi dan Rapiah, rupanya tak berjalanlempang. Hanafi tidak merasa bahagia, sungguhpun dari hasilperkawinannya dengan Rapiah, dikarunia seorang anak laki-laki, Sjafei. Lagipula, semua teman-temannya menjauhi dirinya. Dalam anggapan Hanafi,penyebab semua itu tak lain adalah Rapiah. Rapiah kemudian menjaditempat segala kemarahan Hanafi. Walupun diperlakukan begitu oleh Hanafi,Rapiah tetap bersabar.Suatu ketika, setelah mendamprat Rapiah, ia duduk termenung seorang diri di kebun. Ibunya menghampiri anaknya dan berusaha untuk menyadarkan kembali kelakuan anaknya yang sudah kelewatan batas itu.Namun, Hanafi justru menanggapinya dengan cara cemooh. Di saat yang sama, tiba-tiba seekor anjing gila menggigit tangan Hanafi. Dokter segera memeriksa gigitan anjing gila pada tangan Hanafi. Dokter menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi. Anjuran dokter itu sangat menyenangkan hatinya. Sebab, bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu sekaligus memberi kesempatan kepadanya untuk bertemu kembali dengan Corrie. Suatu peristiwa yang sangat kebetulan terjadi. Dalam suatu kecelakaan yang dialami Corrie, Hanafi yang berada di Betawi, justru jadi penolong Corrie. Pertemuan itu sangat menggembirakan keduanya. Corrie yang sudah ditinggal ayahnya, mulai menyadari bahwa sebenarnya ia sangat memerlukan seorang sahabat. Pertemuan itu telah membuat Hanafi mengambil suatu keputusan. Ia bermaksud tetap tinggal di Betawi. Untuk itu, ia telah pula mengurus kepindahan pekerjaannya. Setelah itu, iamengurus surat hak sebagai bangsa Eropa. Dengan demikian, terbukalah jalan untuk segera menceraikan Rapiah, sekaligus meluruskan jalan baginya untuk mengawini Corrie.Semua rencana Hanafi berjalan lancar. Namun, kini justru Corrie yang menghadapi berbagai persoalan. Tekadnya untuk menikah dengan Hanafi mendapat antipati dari teman-teman sebangsanya. Akhirnya, dengan caradiam-diam mereka melangsungkan pernikahan.Sementara itu, Rapiah yang resmi dicerai lewat surat yang dikirim Hanafi, tetap tinggal di Koto Anau, bersama anaknya, Syafei, dan ibuHanafi.Adapun kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidaklah seindah yang mereka bayangkan. Teman-teman mereka yang mengetahui perkawinan itu, mulai menjauhi. Di satu pihak menganggap Hanafi besarkepala dan angkuh; tidak menghargai bangsanya sediri. Di lain pihak, iamenganggap Corrie telah menjauhkan diri dari pergaulan dan kehidupanBarat. Jadi, keduanya tidak lagi mempunyai status yang jelas; tidak keBarat, tidak juga ke Timur. Inilah awal malapetaka dalam kehidupan rumahtangga mereka.Kehidupan rumah tangga mereka kini terasa bagai bara api nerakadunia. Corrie yang semula supel dan lincah, kini menjadi nyonya yangpendiam. Kemudian Hanafi, kembali menjadi suami yang kasar dan bengis.Bahkan, Hanafi selalu diliputi perasaan syak wasangka dan curiga. Lebih-lebih lagi, Corrie sering dikunjungi Tante Lien, seorang mucikari.Puncak bara api itu pun terjadi. Tanpa diselidiki terlebih dahulu,Hanafi telah menuduh istrinya berbuat serong. Tentu saja, Corrie tidak mau dituduh dan diperlakukan sekehendak hati suaminya. Maka, dengan ketetapan hati, Corrie minta diceraikan.”Sekarang kita bercerai, buatseumur hidup.....Bagiku tidak menjadi kepentingan, karena aku tidak sudi menjadi istrimu lagi dan habis perkara” Setelah itu, Corrie meninggalkan Betawi dan berangkat ke Semarang; Ia bekerja di sebuah panti asuhan. Segala kejadian itu membuat Hanafi menyadari bahwa sebenarnya istrinya tidak bersalah. Ia menyesal dan mencoba menyusul Corrie. Namun, sia-sia. Corrie tetap pada pendiriannya.Perasaan berdosa makin menambah beban penderitaan Hanafi. Ditambah lagi, teman-temanya makin menjauhinya. Hanafi dipandangsebagai seorang suami yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Dalamkeadaan demikian, barulah ia menyesal sejadi-jadinya. Ia juga ingat kepadaibu, istri, anaknya di Koto Anau.
        Akibat tertekan batin yang berkelanjutan, Hanafi jatuh sakit. Pada saat itu datang seorang temannya yang mengatakan tentang pandangan orang terhadapnya. Ia sadar dan menyesal. Ia kembali bermaksud minta maaf kepada Corrie dan mengajaknya rujuk kembali. Ia pergi ke Semarang.Namun rupanya, pertemuannya dengan Corrie di Semarang merupakanpertemuan terakhir. Corrie terserang penyakit kolera yang kronis. Sebelum menghembuskan nafasnya, Corrie bersedia memaafkan keslahan Hanafi.Perasaan sesal dan berdosa tetap membuat Hanafi sangat menderita.Batinnya goncang. Untuk menghilangkan kenangannya kepada isteri yang sangat dicintainya itu, Hanafi meninggalkan pulau Jawa kembali ke kampunghalamannya, Koto Anau. Ternyata selama ia di Jawa jandanya Rapiah dananaknya tetap tinggal bersama ibunya sebab ibunya sangat kasih kepadamereka. Tetapi sejak kedatangannya, Rapiah dan Sjafei ditahan mamaknyadi Bonjol.Sadarlah ia, bahwa kehadirannya hanya merusak hubungan ketigaorang itu saja. Setelah ditimbangnya masak-masak, akhirnya diputuskannya bahwa anaknya lebih berharga dari pada dirinya sendiri. Dengan menelan 4butir sublimat, Hanafi pun mengakhiri riwayatnya . . .Ibu Hanafi dan Rapiah berjanji akan mendidik Sjafei dengan jalanyang sebaik-baiknya, agar riwayat salah asusan jangan sampai terulang lagi. Pertama Sjafei jangan sampai putus hubungannya dengan bangsanya sendiri. Kedua supaya pengajaran agama diresapkan kepadanya sejak masakanak-kanaknya.***
Analisis unsur intrinsik
Tema Cerita
Cerita dalam novel ini bertemakan cinta anak manusia yang bertentangan dengan adat dan agama, cinta dua perempuan yang mencintai seorang laki-laki dari sudut pandang yang berbeda. Akibatnya ketiga anak manusia ini jadi korban perasaan. Dalam novel ini tergambar ambisi seorang laki-laki yang terlalu mencintai sesuatu dari lahirnya saja. Tanpa berpikir lebih dewasa akibat yang akan terjadi di kemudian hari. Dia mengorbankan dirinya,orang tuanya, keluarganya, bangsa dan agamanya. Demikianlah tema yang dilukiskan.
Alur Cerita
Alur cerita ini dilukiskan sangat luar biasa. Dari awal diceritakan pengalaman dan pengorbanan tokoh dan sangat sulit dijangkau apa yang akan terjadi antara bab dengan bab dalam cerita berikutnya,sehingga membuat kita ingin membacanya lebih mendalam. Diceritakan mulai dari masa kecil sampai dewasa, jadi alur cerita ini adalah alur maju.
Latar Cerita
Contoh latar tempat pada cerita ini adalah Solok, Jakarta, Probolinggo, Surabaya, Semarang, dsb. Contoh latar waktu pada cerita ini adalah ” waktu jam membunyikan pukul satu’’ , tiga hari sesudah itu,tiga bulan sudah terlampau, dua tahun sesudahnya, dsb.
Perwatakan Tokoh
Perwatakan tokoh dalam cerita ini dapat dilihat dengan jelas, secara singkat dapat disimpulkan sebagai berikut :
Hanafi yang lupa diri akibat pengaruh kebarat-baratan akhirnya sadar setelah mendapat ujian demi ujian.
Corrie yang bimbang tapi berprinsip akhirnya menjadi korban kekerasan hatinya.
Rapiah yang jadi korban dapat menerima keputusan dengan lapang dada
Ibu Hanafi yang sayang kepada anak, menantu, dan cucunya.Dan selalu bersikap bijaksana dan sabar menghadapi perilaku anaknya.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang dipakai didominasi oleh gaya bahasa hiperbola sarkasme dansinisme sehingga suasana dalam cerita ini makin mengharukan.

Amanat Cerita
Novel ini menceritakan tentang percintaan dua insan yang berbeda kebangsaan dan seorang ibu yang salah mengasuh anaknya sehingga anaknya menjadi anak yang lupa diri, keras kepala, dan tidak bertanggung jawab. Ini merupakan peringatan bagi kita agar lebih mengerti arti kehidupan yang sebenarnya. Sejalan dengan cerita pada novel ini, beberapa amanat yang dapat ditarik oleh pembaca adalah sebagai berikut
:1.Jalani hidup apa adanya sesuai nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
2.Patuhi aturan-aturan yang ada dalam agama.
3.Jangan memandang enteng pada orangtua
4.Setinggi apapun pendidikan kita, tetap menghargai orang disekeliling kita.
5.Harus pandai menimbang perasaan orang lain.











    \


Analisis Puisi “Doa”
PUISI DOA KARYA CHAIRIL ANWAR
Doa       
Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
A. Analisis Struktural
a. Tema                           
           Puisi ³Doa´ karya Chairil Anwar di atas mengungkapkan tema tentang ketuhanan. Hal ini dapat kita rasakan dari beberapa bukti. Pertama, diksi yang digunakan sangat kental dengan kata-kata bermaka ketuhanan. Kata `dua´ yang digunakan sebagai judul menggambarkan sebuah permohonan atau komunikasi seorang penyair dengan SangPencipta. Kata-kata lain yang mendukung tema adalah:Tuhanku, nama-Mu, mengingat Kau,caya-Mu, di pintu-Mu. Kedua, dari segi isi puisi tersebut menggambarkan sebuah renungan dirinya yang menyadari tidak bisa terlepas dari Tuhan. Dari cara penyair memaparkan isi hatinya, puisi´Doa´sangat tepat bila digolongkan pada aliran ekspresionisme, yaitu sebuah aliran yang menekankan segenap perasaan atau jiwanya.
Perhatikan kutipan larik berikut :
(1) Biar rusah sungguhMengingat Kau penuh seluruh
(2) Aku hilang bentuk remuk
(3) Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling Puisi yang bertemakan ketuhanan ini memang mengungkapkan dialog dirinya denganTuhan. Kata `Tuhan´ yang disebutkan beberapa kali memperkuat bukti tersebut, seolah-olah penyair sedang berbicara dengan Tuhan.
b) Nada dan Suasana
Nama berarti sikap penyair terhadap pokok persoalan (feeling) atau sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana berarti keadaan perasaan pembaca sebagai akibat pembacaan puisi.
Nada yang berhubungan dengan tema ketuhanan menggambarkan betapa dekatnya hubungan penyair dengan Tuhannya. Berhubungan dengan pembaca, maka puisi `Doa´tersebut bernada sebuah ajakan agar pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan.
Hayatilah makna hidup ini sebagai sebuah pengembaraan di negeri `asing´.
c) Perasaan
Perasaan berhubungan dengan suasana hati penyair. Dalam puisi ´Doa´ gambaran perasaan penyair adalah perasaan terharu dan rindu. Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain: termenung, menyebut nama-Mu, Aku hilang bentuk, remuk, Aku tak bisa berpaling.

d) Amanat
Sesuai dengan tema yang diangkatnya, puisi ´Doa´ ini berisi amanat kepada pembaca agar menghayati hidup dan selalu merasa dekat dengan Tuhan. Agar bisa melakukan amanat tersebut, pembaca bisa merenung (termenung) seperti yang dicontohkan penyair. Penyair juga mengingatkan pada hakikatnya hidup kita hanyalah sebuah ´pengembaraan di negeri asing´ yang suatu saat akan kembali juga. Hal ini dipertegas penyair pada bait terakhir sebagai berikut:
Tuhanku,
Di Pintu-Mu Aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
B. Analisis Semiotik
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Bait pertama puisi tersebut terdiri atas tiga larik. Masing – masing larik tidak dapat disebut kalimat. Kunci utama bait itu adalah kata termangu. Termangu dalam hal apa, kepada siapa, tentang apa, dan banyak pertanyaan lain. Mungkin penyair ingin mengatakan bahwa di dalam kegoyahan imannya kepada Tuhan, (termangu), isi masih menyebut nama Tuhan (dalam doa – doanya).
Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh. Bait kedua dengan kata kunci susah. Susah dalam hal apa? Tentang apa? Karena apa? Ditafsirkan bahwa penyair sangat sulit berkonsentrasi dalam doa untuk berkomunikasi kepada Tuhan secara total (penuh seluruh). Dalam kegoncangan iman, kesulitan berkonsentrasi untuk “dialog” dengan Tuhan memang dimungkinkan. Caya-Mu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Bait ketiga kata kuncinya adalah Cahaya lilin ini mewakili cahaya yang sangat penting untuk menerangi kegelapan malam, atau mewakili cahaya yang rapuh dalam kegelapan malam. Mungkin penyair bermaksud untuk menyatakan bahwa cahaya iman dari Tuhan tinggal cahaya kecil di lubuk hati penyair yang siap padam (karena kegoncangan iman).
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Bait keempat Chairil sadar bahwa akibat dosanya itu ia seakan merasa bahwa ia sudah hilang bentuk dan remuk. Ia tak mengenali dirinya lagi. Aku mengembara di negeri asing
Bait kelima Chairil melalui aku lirik, mengenang perbuatannya itu. Asing, karena apa yang dikerjakannya itu bertentangan dengan apa yang sudah diperintahkan Tuhannya. Di pintuMu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling. Bait keenam memang seperti kita ketahui selama hidupnya, Chairil Anwar dikenal sebagai seorang sastrawan yang bohemian. Artinya, hidupnya terkesan hura-hura. Sehingga dari kehidupannya itu ia merasa bahwa ia telah melakukan kesalahan yang membuat ia merasa jauh dari Tuhannya.
Secara semiotik, dalam sajak ini dikontraskan bunyi vokal u yang dominan dengan bunyi i yang juga berturut – turut. Bunyi u ini memberi tanda kekhusukan dan kesungguh – sungguhan, sedang dalam kekhusukan itu terermin rasa keterasingan dan keterpencilan si aku: ‘cayaMu…suci / tinggal kerdip lilin di kelam sunyi; aku mengembara di negeri asing; aku tidak bisa berpaling’. Pengulangan kata ‘Tuhanku’ yang berupa penyebutan atau seruan yang berulang – ulang ( empat kali ) dalam sajak itu sesuai dengan sifat sajak itu sebagai doa. Dalam doa biasa orang menyeru Tuhan berkali – kali. Namun dalam sajak “Doa” ini penyeruan Tuhan yang berkali – kali itu dapat memperkuat efek kebingungan si aku, bahkan menunjukkan keputusannya.
 Dalam sajak “Doa” tampak adanya pertentangan – pertentangan, seperti keraguandan kepercayaan, seperti telah terurai di atas. Hal ini secara semiotik tergambardalam penggunaan bahasanya: pemilihan kata serta bunyinya. Hal ini tampak jelas pertentangan suasana dan arti dalam bait kedua yang menyatakan kepenuhan Tuhan dipertentangkan dengan bait ketiga yang mengandung arti dan suasana kecil: ‘Biar susah sungguh / mengingat Kau penuh seluruh’ dipertentangkan dengan: ‘tinggal kerdip lilin di kelam sunyi’. Persajakan bentuk pun ( pilihan kata dan bunyi ) untuk mempertentangkan arti dan suasana:
Aku hilang bentuk / remuk
Aku mengembara di negeri asing Dipertentangkan dengan: Di pintuMu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling Karena ‘aku hilang bentuk – remuk’ maka ‘aku mengetuk’ pintu Tuhan; dan karena ‘aku di negeri asing’ maka aku tidak bisa berpaling’ dari Tuhan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar